Amsakar Achmad |
Jejak yang tinggal di tapak perjalanan waktu adalah kisah yang terdedah tentang sketsa warna yang kita punya, tapi keteladanan tak mungkin di rengkuh oleh hati yang keruh. Dimana sejati hendak dicari kalau delau dan kemilau masa lampau hanya menjadi secebis amis dalam perjalanan zaman.
Yang lintang pukang, tuan dan puan. Ini adalah kisah tentang sejarah yang tak terbaca. Tatkala nadim, Abdul Jamal, Raja Isa, dan Ali Kelana membuat masa lampau kemilau dan berdelau.
Menjulang kesemua selat dan penjuru jagat, tapi sekarang mereka pasti kecewa melihat kita sedang menuai air mata dalam sejarah luka kampung tua, seperti palestina di gaza,
Kitapun kini tak sanggup lagi menari raja doli, tak kuasa lagi menyanyi jengger jolok, tak mampu lagi berkidung pak ketipak ketipung.
Sekali lagi tuan dan puan, Ini adalah kisah tentang sejarah yang tak terbaca. Tatkala malam membuat gurindam semakin suram. sedang pantun hanya pemikat tepuk tangan sesaat, lalu syair makin terhumban dalam rentak waktu yang ngilu.
Entah dimana mak inang pulau kampai tergadai dalam pertarungan marwah yang terjajah, di negeri tempat transaksi harga diri ini, kadangkala mata air kita menjelma menjadi air mata.
Hut RI Ke-70 Jayalah Indonesia
RAMAHlah Batamku, Untuk Hidup yang lebih baik