Headlines News :
Home » » Belajar Pada Tantangan dan Tungkus Lumusnya Kehidupan (2)

Belajar Pada Tantangan dan Tungkus Lumusnya Kehidupan (2)

Written By Awaluddin Ahmad on Kamis, 09 Juli 2015 | 23.55.00

Amsakar Achmad
Dua peristiwa yang demikian mengharukan terjadi menjelang Amsakar melaksanakan ujian kenaikan kelas.

Pertama; Amsakar, Yuswar dan Juspan (kakak kelasnya yang oleh orang kampung biasa dipanggil Rek dan sekarang sudah alm.) pulang lewat Betong dan Air Mas. Ternyata di tengah jalan, sepeda boncengan yang dipergunakan Amsakar dan Yuswar bocor, sehingga terpaksa kami bertiga harus berjalan kaki selama kurang lebih 6 jam 30 menit. Sampai ke rumah hampir pukul 00.00 Wib. Pada saat inilah, rasa galau, risau, sedih, bergumpal jadi satu yang kemudian memunculkan tetesan air mata bagi kami bertiga.

Kedua: ketika Yuswar tetap melanjutkan sekolah sedangkan Amsakar tidur di Bukit Belah, hujan tiba-tiba datang dengan sangat lebatnya. Saat itu, pak long An yang bekerja sebagai pendulang timah terpaksa berhenti di Bukit Belah. Lalu beliau melihat sepeda yang digunakan oleh Amsakar ada sedangkan pemiliknya tidur di atas ”pare”. Lalu pak long An melaporkan peristiwa tersebut kepada Ayahnya Achmad Jubil. Malamnya Amsakar dipanggil dengan disertai ceramah yang kelak senantiasa muncul dan terngiang-ngiang di telinga. Inti ceramah almarhum ayahnya begini:

”Milu, pak ngah dapat laporan dari pak long An kau bahwa tadi kau tak sekolah tapi tidur di Bukit Belah, betul tak? Sekarang pak ngah nak tau, kau ni nak sekolah atau tidak? Kalau nak jadi preman, mata kau sudah siap dicongkel tak? Kalau nak jadi penjudi, biar pak ngah antar kau ke Langkap, tapi kalau nak sekolah, sekolahlah betul-betul”.

Kendati harus bertungkus lumus dan biasa tidur sampai subuh karena harus mengangkat barang-barang dari kapal (hentry dan adil baru) --orang di kampung menyebutnya buruh liar--, Amsakar tetap mampu menyelesaikan SMP nya dengan tepat waktu. Walau harus disadari bahwa selama mengecap bangku SMP ini, Amsakar tidak memiliki prestasi yang berarti.

Selanjutnya pada tahun 1984, Amsakar meneruskan pendidikannya di SMA Negeri Dabosingkep. Selama melanjutkan pendidikan di SMA ini, Amsakar tinggal di Kampung Baru dengan Pak Itam Buang dan Mak Itam Tasni. Masa SMA bagi Amsakar telah menorehkan kesan tersendiri, khususnya yang terkait dengan prestasi belajar yang memperlihatkan trend meningkat dari waktu ke waktu bahkan ketika tamat Amsakar berhasil menjadi Juara I di kelasnya. 

Kesan lainnnya yang juga cukup penting menyangkut masa pacaran yang boleh disebut menyimpan kenangan yang dalam, dan kenakalan seorang remaja yang kebetulan memiliki hobby merokok, main catur, berenang dan ”ngebeng” joget ini. Saking gilanya dengan ngebeng joget, Amsakar seringkali harus terlambat masuk setiap hari Senin di Kelas III. Pak Arzani yang memberikan pelajaran Ekonomi dan Koperasi senantiasa harus mengurut dada bilamana Amsakar terlambat datang. Meskipun demikian, di organisasi sekolah dan dalam diskusi serta tugas-tugas kelompok, Amsakar selalu mendapatkan peran dari teman-temannya.

Selepas SMA pada tahun 1987, Amsakar melanjutkan studi di Pekanbaru. Ayahanda Achmad Jubil merasa sangat heran dengan anaknya yang satu ini. Suka ngebeng dan jago merokok, tapi di sekolah Juara Kelas, telah membuat Ayahandanya perlu mendiskusikan rencana ke depan anaknya ini. Masih cukup terngiang di ingatan, kala itu hari Sabtu malam Minggu, Amsakar dipanggil untuk datang ke rumah. Sang Ayah memulai pembicaraan. ”Milu, Pak Ngah nak tau, kau masih mau melanjutkan sekolah atau tidak? 

Kalau mau melanjutkan kemana rencananya, kalau tidak apa langkah kau berikutnya?” Mendapat pertanyaan yang demikian itu, Amsakar langsung menjawab”saya nak kuliah ke Pekanbaru Pak Ngah. Kalau saya tak kuliah, maka saya tak akan duduk di kampung ini. Saya akan merantau ke Belawan, Tanjung Priok, atau kerja kebun sawit di Malaysia. 

Yang penting, saya tak akan mau tinggal di Sungaibuluh ini”. Sang ayah lalu meneruskan pertanyaannya, ”apakah hal tersebut sudah menjadi keputusan dan sudah kau pertimbangkan masak-masak?”. Amsakar menjawab bahwa itulah keputusannya. Lalu terjadilah sebuah peristiwa yang tidak pernah di duga-duga sebelumnya. Sang Ayah masuk kamar dan mengambil sebuah pelampung yang ternyata isinya tabungan uang seratus dan lima puluh rupiah. Pelampung besar yang berat dan penuh tersebut dibelah, lalu uang recehan itupun dihitung. Jumlahnya mencapai Rp. 793.000. Sang Ayah lalu bicara lebih lanjut, uang ini sengaja Pak Ngah simpan dari waktu ke waktu karena Pak Ngah berfikir kau memang harus kuliah. 

Dan setelah mendengar penjelasan kau tadi, alhamdulillan, Pak Ngah sepakat menguliahkan kau asal kau memang bersungguh-sungguh untuk itu. Ingat Lu, kita ni orang susah; tapi kalau untuk sekolah, sekuat daya dan tenaga, Pak Ngah akan turuti apa yang terbaik untuk kalian. Jadi uang ini bawalah berangkat. Hemat-hematlah di tempat orang. Pak Ngah rasa uang tersebut cukup untuk kau mendaftar, membeli tilam bantal, kompor, serta untuk makan selama tiga bulan sambil menunggu pengumuman dan membayar SPP jika kau lulus tes nanti. Sang Ayah kemudian masuk kembali ke kamar mengambil sebuah koper yang sudah dipersiapkan. Lalu koper dibuka. Isinya: satu buah sejadah, satu stel baju kurung dan sebilah keris. Dengan air mata berlinang karena rasa haru yang dalam, sayapun menyembah Ayahanda Achmad Jubil dengan setulus-tulusnya sembah anak terhadap orang tua. Sayapun menangis sejadi-jadinya. Terisak-isak memikirkan kalimat yang keluar dari mulut tua ayahanda dan memikirkan barang-barang di koper yang telah dipersiapkan olehnya. 

Sekiranya detak waktu dapat diputar mundur, maka saya akan katakan kepada dunia, bahwa segala jerih yang dikemas dengan tulus dan ikhlas dari orang tua terhadap anak, kelak akan memberi laluan yang baik dan mengesankan bagi anak tersebut. Keridhoan ayah dan emak memang merupakan manifestasi dari keridhoan Tuhan. Ya Allah, ampunilah segala dosa ayahandaku dan berilah ayahku tempat yang layak disisi-Mu.

Begitulah. Tatkala tekad sudah bulat disertai dengan bekal sebingkai hikmah dari orang tua, Amsakar pun menjemput masa depannya di Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau Pekanbaru. Selama kuliah, anak kampung yang terbiasa bertungkuslumus ini mulai menunjukkan tanda kecemerlangannya. 

Meskipun untuk tahun pertama di kirimi wesel Rp. 40.000 per bulan buat makan, buku dan belanja rokok, Amsakar dapat menorehkan sejarah cukup penting di kampus. Selesai teori 3,5 tahun, pernah Juara I Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) Tingkat Fakultas, Juara I LKTI Tingkat Universitas, Juara I LKTI Tingkat Sumatera dan Kalimantan Barat yang berlangsung di Universitas Jambi, Juara II LKTI Tingkat Nasional yang berlangsung di Universitas Lampung (konon Amsakar, satu-satunya yang tercatat sebagai Juara LKTI sampai ke tingkat Nasional selama UNRI berdiri), terpilih sebagai Mahasiswa Berprestasi I Tingkat FISIPOL UNRI dan Mahasiswa Berprestasi III Tingkat Universitas. Kecemerlangan silih berganti karena mulai tingkat II sampai tingkat III Amsakar mendapatkan beasiswa Supersemar selama 2 tahun. Wesel Rp. 60.000,- (untuk tahun kedua dan ketiga) dan Beasiswa Rp. 40.000,- menjadi laluan penting bagi Amsakar untuk memperoleh buku-buku bermutu. Di kehidupan organisasi pun, Amsakar juga tidak kalah cemerlangnya. Pernah menjadi Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sosiologi Fisipol UNRI (1989-1990), Sekretaris Himpunan Mahasiswa Islam Pekanbaru (1989-1990), Sekretaris Umum Keluarga Muda Mahasiswa Alumni Penerima Beasiswa Supersemar UNRI (1989-1991), Koordinator Komisi A Bidang Penalaran Senat Mahasiswa UNRI (1989-1991), dan Sekretaris Umum Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fisipol UNRI (1991-1992). 

Di tengah kecemerlangan yang demikian itu, Amsakar juga memiliki catatan dan tantangan terberat dalam hidupnya sebagai mahasiswa. Tantangan berat tersebut menghunjam hati sanubari dan hampir menimbulkan keputusasaan manakala skripsi yang disusun dengan susah payah tidak mendapat persetujuan dari Pembimbing II untuk ditandatangani dan untuk diujiankan dengan alasan metodologi yang digunakan salah dan karena itu harus dirombak total. Yakin bahwa apa yang ditulisnya benar, Amsakar kemudian membawa sejumlah buku untuk pertanggungjawaban ilmiah karya tulisnya, lalu bertungkus lumus menemui pembimbing II dengan sedikit penghibaan sambil menceritakaan beratnya biaya untuk melakukan penelitian ulang, Pembimbing II tetap saja tidak mau menandatanganinya. Alhasil, ditengah rasa galau dan risau, Amsakar terpaksa alpa studi 1 semester dan mengambil masa langkau selama 2 tahun. Di tengah alpa studi dan masa langkau itulah, Amsakar memutuskan menikah dengan seorang perempuan idaman hati bernama Erlita Sari pada tahun 1991.

Saat itu, Amsakar benar-benar tak peduli lagi dengan studinya. Ia kemudian memutuskan bekerja di toko perabot dekat jembatan lekton Pekanbaru dan malam harinya membantu Koperasi Mahasiswa UNRI untuk menjadi tukang foto copy. Waktu terus mengalir bagai air, tak terasa bahwa Amsakar telah 2,5 tahun meninggalkan studinya. Ketika rasa putus asa muncul tiba-tiba dan harapan hampir kandas untuk menggapai cita-cita, Amsakar justeru mendapat dukungan moril yang luar biasa dari sang isteri. Lantas rencana Tuhan kembali menjemput hati Amsakar untuk mulai berfikir kembali menyelesaikan studinya. Saat itu, Amsakar memberanikan diri menghadap dosen Pembimbing II untuk minta persetujuan dan tandatangan. Alhamdulillah, Bapak Drs Afrizal Anmar, MA bersedia menandatangani skripsi yang berjudul ”Streotipe Etnik Melayu dan Interaksi Sosial terhadap Cina dan Minangkabau di Dabosingkep Kabupaten Kepulauan Riau” tanpa adanya perbaikan. Dan Amsakar pun kemudian berhasil mempertahankan skripsi tersebut dengan mendapatkan nilai A di tempat duduk. Begitulah, tatkala Tuhan sudah memiliki rencana, tak ada satupun kuasa manusia yang sanggup mempercepat atau memperlambatnya, kendati pun cepat dan lambat tersebut hanya untuk satu detik saja. Ya Rabbul Jalil, Engkaulah yang memiliki segala tahu manakala aku tidak tahu. Engkaulah tempat berlabuh segala asa tatkala aku sudah hampir putus asa. Kepada-Mu lah aku bermohon dan berserah diri, dan hanya kepada-Mu lah tempat aku kembali.

Bersambung....
Share this post :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Tim ramah | Amsakar Achmad Blog
Copyright © 2011. Amsakar Achmad - All Rights Reserved
Template Created by Modiv Website Published by Tim Ramah
Proudly powered by Blogger